Tuesday, April 18, 2017

Inti Hikam Bagian 2

Bermula cita-cita yang kuat atau keinginan yang kuat itu akan menimbulkan usaha. Dari keinginan yang untuk mendapatkan sesuatu timbulah usaha, kalau keinginan lemah, hanya sampai keinginan tidak sampai naik sampai dengan usaha.
Kalau orang sakit mempunyai keinginan kuat untuk sehat maka ia akan berobat, jika keinginannya lemah untuk sembuh maka ia tidak akan berobat.
Keinginan kuat membuahkan ikhtiar, tetapi usaha kita sekuat apapun tidak akan membuahkan hasil apabila bertentangan dengan takdir Allah Swt.

Karena usaha itu bagian dari sebab, dan sebab itu tidak memberi bekas apa-apa.
Sebab itu tidak akan bisa apa apa kalau bertentanangan dengan takdir Allah Swt. Ini satu i'tiqad yang wajib ada dalam hati kita.

Barang siapa yang i'tiqadnya bahwa sebab itu memberi bekas maka itu adalah kafir. Bertani mengayakan, berdagang itu mengayakan, pisau itu memotong, api itu membakar. I'tiqad itu keluar dari Islam.
Jangan sampai ada dalam hati seperti itu, jika tak berusaha bagaimana bisa kaya, itiqad macam ini kafir, karena ia? Menganggap usaha membuat orang kaya. Atau bagaimana mau sehat kalau tidak berobat(seolah olah obat menyembuhkan)
Jika kita seperti ini, maka ceptlah bersyahadat. Karena ucapan itu mengeluarkan kita dari Islam.

Siapa yang beri'tiqad meyakini dalam hati bahwa sebab memberikan bekas dengan sebab kekuatan yang  Allah jadikan pada sebab itu. Pisau memotong dengan sebab diletakkan Allah untuk memotong. Api membakar, sebab diletakkan Allah kekuatan membakar pada api. maka itu adalah musyrik.

Siapa yang meyakini dalam hati bahwa sebab itu tidak memberi bekas, yang memberi bekas hanya Allah semata, tetapi mana kala adanya sebab maka didapat musabbab. Memastikan bila ada sebab maka Allah jadikan musabbab.
Api tidak membakar, yang memberi bekas hanya Allah. tapi dikala ada api maka sesuatu akan terbakar. Ini itiqad orang jahil.

Siapa yang meyakini dalam hati bahwa sebab itu tidak memberi bekas hanya Allah semata. Adanya sebab tidak mesti adanya musabab maka itulah orang yang bertauhid dan beriman kepada Allah Swt.
Apapun yang kita lihat, kita dengar yang memberi bekas hanya Allah, adanya sebab belum tentu adanya musabbab.

Barang siapa mengagap rezeki dari Allah, dan dari usaha, maka itu musyrik.
Seolah olah Allah dan sebab memberi bekas dalam urusan rezeki.. Menyekutukan Allah dengan usaha. Takdir dan usaha menentukan rezeki.

Orang yang beritiqad rezeki dari Allah, cuma ia ragu diberi atau tidak esok hari, itu orang ragu ragu atau munafik.

Orang yang beri'tiqad rezeki dari Allah semata, tapi ia tidak menunaikan hak rezeki, mencari rezeki dengan jalan maksiat. Maka itu orang fasik.

Dan orang yang beri'tiqad rezeki dari Allah semata, dia keluarkan hak rezeki, tidak maksiat mencari rezeki, maka dia adalah orang yang mukmin yang mukhlis.

Rasulullah bersabda menghabarkan tentang iman, iman itu engkau beriman kepada Allah, Malaikat, kitab - kitab,Rasul-rasul , hari akhir, dan takdir baik dan takdir buruk.
Orang beriman takdir Allah, orang kafir takdir Allah, orang taat takdir Allah, orang maksiatpun takdir Allah.

Sabda Nabi mencakup 4 hal:

Wajib engkau beriman bahwa terjadi sesuatu dialam semesta sesuai dengan sepengetahuan llah, sekecil apapun, sehelai rambut pun yang jatuh dari kepala kita sepengetahuan Allah.

Engkau beriman bahwa Allah menciptakan perbuatan hamba seluruhnya, kebaik dan keburukan, beriman atapun kafir.

Engkau beriman sesuatu yg dtakdirkan Allah masa ajali pasti terjadi, dan yang tak ditakdirkn takkan terjadi.
Kalau Allah menakdirkan, apa guna usaha?
Usaha itu untuk menimbulkan pahala jika sesuai dengan yang digariska Allah, dan berdosa apabila tidak sesuai dengan yang disuruh Allah.
Berusaha, dagang, tani, pegawai hasilnya untuk mendatangkan pahala atau dosa semata, perkara membuat kaya atau tidak itu adalah urusan Allah semata.

Wajib engkau ridha apa yang ditakdirkan Allah, dan menyikapinya dengan sesuatu yang di tuntut oleh Allah. Ridha dengan sakit bukan berarti kita tidak boleh berobat. Dalam Susah tidak dilarangencari kelapangan. Misalnya lagi kita ditakdirkan dapat nikamat, berapupun yang didapat, kita wajib ridha karena itu ketentuan Allah, dan menyikapi dengan syukur berapapun itu (meski tidak sesuai harapan). Lagipula jika kita tidak ridha tidak akan bertambah, bahkan justru membuahkan dosa.

Kita di takdirkan dapat bala, baik pada diri, harta, keluarga. Kita wajib ridha dan tidak mencari kambing hitam, sikapilah dengan sabar, yakni mengadukanya hal itu dengan Allah Swt.
Nabi Ya'kub berkata aku hanya melaporkan duka citaku hanya kepada Allah Swt.
Bukan dilarang lapor pada polisi kehilangan, bukan dilarang lapor pada dokter saat kita sakit, namun yang utama kita melaporkan Allah lebih dulu.
Lapor dengan Allah dulu, nanti Allah menunjukan ilham dariNya kepada kita, apa tindakan kita selanjutnya yang sesuai dengan perintah Allah, baru kita ke dokter, polisi dan sebagainya.

Takdir taat, bisa sholat, bisa nuntut ilmu, baca Quran, sholat tahajjud, sikapi dengan mengingat nikmat itu adalah anugerah dari Allah supaya kita jangan ujub. Karena tanpa anugerah Allah berupa hidayah dan taufik kita takkan bisa. Karena hidayah dan taufik sehingga kita bisa.
Ingatlah anugerah Allah.

Dalam maksiat, kita ditakdirkan maksiat. Kita wajib ridha, sudah sekuat tenaga menghindri dan menjaga tapi tetap terkerjakan (kita jangan protes). Yang perlu kita lakukan adalah sikapilah dengan kembali dan taubat sesegera kepada Allah.
Bahkan Imam Junaid Al Bughdadi ketika ditanya oleh murid beliau, "apakah arifbillah juga mau mengerja zina".? Maka beliau menjawab, bahkan orang yang arifbillahpun akan mengerjakan itu, jika Allah menakdirkannya mengerjakan zina.

Buahnya iman dengan takdir:
1. Akan timbul ketenangan hati.
Sudah berusah itu ini, tapi tetap tidak kaya, maka hati tetap tenang hati kita.
2. Tawakkal berserah kepada Allah
Ketika sukses dengan usaha maka kita meyakini ini sematamata dari Allah bukan karena usaha. Ketika gagal tidak menyalahkan usaha, tapi bersabar dengan takdir Allah.
3. Tidak akan mencela kepada makhluk Allah. Karena meyakini ini adalah takdir Allah, makhluk tidak mampu memberi mudharat.

Jangan sampai kita salah dalam i'tiqad.
Salah dalam i'tiqad itu lebih berbahaya dari pada salah anggota tubuh yang lainnya.
Kalau Salah pandang, paling haram.
Kalau salah dengar, paling haram.
Kalau salah i'tiqad, kita KAFIR.
Kita keluar dari ISLAM.
Jadi i'tiqad ini bujur-bujur jangan  sedikitpun tergelincir daripada yang sudah digariskan oleh Allah Swt.

1 comment:

  1. Ini adlah masalah dalam kehidupan sehari hari kita :( kadang i'tiqad yang tidak lurus sering terdengar dan kadang mungkin terucap

    ReplyDelete