Tuesday, October 24, 2017

Hikmah ke 4 Tentang Perencananan

"Lapangkanlah dirimu wahai murid, wahai salik dari pada membuat rencana-  rencana"
Maka bermula sesuatu yg telah mengurus sesuatu itu akan engkau janganlah engkau ikut campur mengurusinya.

Janganlah kau susah payahkan dirimu wahai murid dengan membuat rencana- rencana, membuat rencana- rencana itu menyusahkan kita. Karena bila tidak sesuai kita akan kecewa, gelisah dan sebagainya.

Karena Allah Swt telah membuatkan rencana bagi engkau. Buat apa merencana?
Dan rencana yang kau buat tidak akan terjadi kecuali sesuai dengan apa yg sudah direncanakan Allah (takdir).
Seperti dikatakan pada hikmah sebelumnya.
Usaha yg keras yang kuat tak akan bisa merobek takdir- takdir Allah Swt.

Maka tinggalkanlah rencana dan serahkan semuanya pada Allah Swt.
Allah membuatkan rencana untuk engkau, Allah yg menciptakan, yg disembah, Allah yang Maha penyanyang Maha pengasih, Maha bijaksana dan sifat kemuliaan dan kesempurnaan lainnya.
Sedangkan kau adalah hamba yang jahil, hina dan segala kehinaan, maka serahkanlah rencanamu kepada Allah. Biarkan Allah yg mengatur janganlah ikut mencampuri rencana Allah.

Apabila Rencana itu kau buat bersama Allah, berarti kau jahat adab kepada Allah, merasa tidak cukup atas rencana Allah.
Dan seorang hamba jika jahat adab disisi tuannya maka gugurlah derajat hamba itu disisi tuannya menjadi lebih rendah.

Contoh jahat adab dengan Allah ikut mengatur, ikut merencana.. Allah yg menjadikan kita, Allah mencukupi segala keperluan kita dan mengetahui yang baik bagi kita.

Kalau jahat Adab kita tidak dapat lagi berkhidmat kepada Allah, tidak suka duduk dimajelis Allah, tidak suka sholat dan dzikir.
Jika baik adab maka Allah tarik hatinya untuk berkhidmat kepada Allah, suka sholat, dzikir, duduk dimajelis ilmu.
Jika jahat Adab maka akan Allah palingkan kegemarannya dari taat kepada kegemaran pada dunia.

Apabila hendak membuat rencana, rencanakannlah yang dituntut kau untuk membuatnya seperti untuk taat kepada Allah Swt dan berpegang jika sesuai dengan kehendak Allah dan dengan daya upaya dari Allah.
Macam naik haji, umrah, membangun mesjid, shodakah, dll
Bukan untuk urusan duniawi.
Itulah rencana yg dipuji. Namun dalam hati kita tidak merasa sanggup dan mampu jika tidak dikehendaki dan tidak dengan daya upaya dari Allah.

Kesimpulannya membuat rencana dibagi menjadi 2 yaitu:

1.Rencana yang dicela.
Tiap- tiap rencana yang kau buat yang membuat kau jauh dari Allah, sibuk dan membuat lupa dari Allah, maka itu dicela oleh Allah Swt.

Seperti: merencanakan berbuat sesuatu keagamaan atau keduniaan disertai dgn kepastian, dia merencanakan perbuatan keagamaan atau keduniaan merasa mampu untuk itu, merencanakan keagamaan atau keduniaan tapi melupakan dan melalaikan kewajiban.

Merencanakan keduaan untuk keduniaan. merencanakan duniawi yang halal untuk belezat- lezar dan lupa pada Allah, perencanaan untuk maksiat pada Allah.

2. Rencana yang dipuji.
Tiap- tiap rencana untuk mendekatkan diri kepada Allah itu dipuji.

Seperti:
Membuat rencana tahun ini untuk naik haji, berkorban jika dikehendaki Allah dan diberi kemampuan oleh Allah.
Rencana meminta halal minta ridha kepada orang yang pernah dizalimi dan mengembalikan hartanya jika dikehendaki dan atas daya dan upaya dari Allah.
Bagaimana cara mengalahkan hawa nafsu syaithan yang mengajak maksiat jika dikehendaki dan diberi kemampuan untuk itu.
Membuat rencana untuk menghasilkan dunia untuk akhirat membantu fakir miskin, untuk umrah bila dikehendaki dan diberi kemampuan untuk itu.
Membuat rencana untuk jihad fisabilillah jika dikehendaki dan dimampukan oleh Allah.
Rencana untuk mengumpulkan dunia yang halal untuk mencukupi hidup agar jadi hamba yang lebih bersyukur jika dikehendaki dan diberi kemampuan oleh Allah.
Silahkan buat recana namun jangan memastikan, hati selalu merasa bergantung pada pertolongan Allah Swt.

Sebelum membuat rencana fikirkanlah terlebih dulu apakah rencana itu disukai dan dipuji atau justru dibenci oleh Allah Swt.

Tuesday, October 17, 2017

Intisari Pengajian Kitab Al Hikam Selasa 17 Oktober 2017

Bermula himmah yang tinggi tidak akan bisa merobek takdir-takdir Allah.

Himmah atau azimah atau keinginan atau cita-cita. Himmah itu terbagi kepada beberpa tingkatan.

Ada, Himmah yang pendek, yaitu keinginan namun tidak menimbulkan/ menghasilkan usah, tidak pula do'a apalagi tawajjuh (tenaga dalam, yang bagi wali disebut qaramat, bagi orang fasik disebut istidraj).

Orang yang bercita- cita lemah, pendek, ia tidak akan berusaha, tidak akan berdoa, tiada ikhtiar, apalagi tawajjuh.

Kemudian ada, Keinginan yang tengah (tingkat menengah), keinginan ini bisa menimbulkan usaha, bisa menghasilkan do'a tapi tidak menimbulkan tenaga dalam. (Usaha dan do'a tidak begitu kuat namun tidak pula lemah).

Dan adapula himmah atau keinginan yang kencang, tnggi, ini akan menimbulkan usah yang keras, diiringi do'a yang banyak dan bisa menimbulkan tawajjuh (tenaga dalam). Misal batu ditawajjuhkan oleh seorang hamba Allah jadi emas, maka jadilah itu batu menjadi emas, bagi wali dinamai qaramat, bagi Rasul Mukzizat, bagi orang fasik istidraj (lanjuran).

Keinginan tinggi membuat adanya usah keras, do'a yang sungguh- sungguh serta tawaajjuh.

Namun, Bagaimanupun kerasnya usaha, sungguh- sungguhnya do'a, kuatnya tenaga dalam, itu tidak akan menjadikaan apa- apa, tidak menghasilkan apa- apa, jika berlawanan dengan takdir Allah Swt.

Kalau takdir tidak kaya bagaimanapun usaha, kita tidak akan kaya.
Bagaimanapun berobat, kalau Allah menakdirkan kita tidak sembuh, maka kita tidak akan sembuh.
Kuatnya usaha doa tidak akan menerobos takdir Allah Swt.
Karena Segala yang terjadi sesuai dengan takdir Allah.
Rasulullah bersabda yang maknanya Allah telah menentukan takdir segala sesuatu lima puluh ribu tahun sebelum menjadikan langit dan bumi.
Tidaklah beriman seseorang hamba sehingga ia beriman dengan takdir. Baik atau buruk, sehingga ia meyakini sesuatu yang ditakdirkan Allah tidak akan luput, dan sesuatu yang luput tidak akan kena.

Allah menentukan takdir rezeki si fulan sekian, bagaimanapun usahanya, bagaimanapun gigihnya,  itu tak akan menambah rezeki si fulan. Walaupun ia berusaha dengan sangat gigih, tak akan menambah rezeki yang telah Allah takdirkan.

Alkisah ada 2 orang buta, 1 yang berada pada maqam tajrid (tidak berusaha), dan yg ada pada maqam asbab (berusaha). Suatu hari keduanya berdo'a pada Allah "berilah hamba rezeki hari ini" setiap hari mereka berdo'a. Kemudian keduanya pergi mangkal ke depan rumah Umi Ja'far yang kaya. Pengemis yang berada pada maqam tajrid diam dan ia tidak meminta- minta. Sedangkan pengemia yang berada pada maqam asbab mengetuk pintu rumah Umi Ja'far dan meminta.

Setiap hari Umi Ja'far memberi kedua pengemis buta itu, pengemis  yang berada pada maqam asbab yang selu mengetuk pintu rumahnya dan meminta- minta diberi 1 bungkus nasi. Sedangkan pengemis yang berada pada maqam tajrid yang tidak minta- minta diberi uang 2 dirham.
Namun setiap harinya, pengemis yang mendapatkan sebungkus nasi selalu menjual nasinya seharga 2 dirham kepada pengemis yang diberi uang 2 dirham.

Kemudiam pengemis yang berada pada maqam asbab yang selalu mengetuk pintu dan meminta- minta perlu duit, maka ia berkata pada Umi Ja'far bahwa ia perlu uang dan ingin uang. Kemudian Umi Ja'far menjawab bahwa setiap hari kamu saya beri satu bungkus nasi, di dalam bungkusan itu diselipkan uang 10 dirham.

Bertapa terkejutnya ia, karena baru mengetahui bahwa nasi yang setiap hari diterimanya dan dijual seharga 2 dirham kepada pengemis buta yang berada pada maqam tajtid, ternyata didalamnya ada 10 dirham uang.
Itulah tanda bahwa maqam tajrid itu lebih tinggi dari pada maqam asbab.

Dan pada hadits Rasulullah lagi maksudnya:
Jikalau bahwa seorang dari kalian mempunyai seperti gunung uhud emas, kalian sumbangkan, maka Allah tidak akan menerimanya, sebelum engkau meyakini adanya takdir.

Jika usaha tak bisa merubah takdir. Lalu apa gunanya Allah menyuruh berusaha?
Para ulama mengatakan usaha kita itu fungsinya untuk menimbulkan pahala atau dosa. Apabila usahanya bagus dan niat bagus, walaupun beda dengan harapan kita karena berlawanan takdir, maka dapat pahala. Begitu pula sebaliknya..

Usaha sebagai timbangan untuk catatan pahal atau dosa semata. Kalau urusan merubah takdir, usaha tidaklah bisa.
Orang berusaha, kerjanya bagus tidak melalaikan hukum Allah, maka ini fiisabilillah.

Orang  yang usahanya bagus, tapi niatnya salah misal bermegah dan beragak pada orang lain, maka usaha itu  membuahkan dosa.
Niat bagus tidak merubah pekerjaan jahat. Menolong tapi dgn mencuri.

Lalu Beriman dengan takdir apa gunanya?
Adapun gunanya beriman dengan takdir:
1. Hati akan merasa tenang, usaha tenang, beribadah tenang, istirahat tenang.
2. Tawakkal / berserah pada Allah yang kuat, maka ia tidak khawatir, tidak perlu gelisah
3. Tidak akan mau mencaci manusia
4. Menutup pintu syaithan, pintu syaitan adalah berandai perkataan jikalau, seadainya ia kesini maka pasti tidak terjadi demikian.
5. Elok dalamencari rezeki, Usaha yang halal, tidak melalalikan pada ibadah dan dzikir.

Hadits Rasulullah Saw maksudnya
Wahai manusia takwalah pada Allah, dan elok- eloklah dalam mencari rezeki. Karena seseorang tak akan mati sebelum habis rezekinya.

Allah mengatur bagaimanapun caranya menyampaikan rezeki kepada hamba- hambaNya.
Orang beriman pada takdir tak habis waktunya hanya untuk mencari rezeki, tak akan mengambil yang haram.

Dan Beriman pada takdir bukan meninggalkan usaha.
Rasulullah bersabda berobatlah kalian wahai hamba Allah.
Itu salah satu bentuk usaha dan Rasulullahpun menyuruh berusaha andai kita sakit maka berobat.
Namun usaha itu hanya untuk menimbulkan pahala. Karena itu disuruh. Namu yang menyembuhkan hanyalah Allah bukan usaha berobat. Namun Allah menyuruh berikhtiar dengan melakukan pengobatan.

Takdir adalah rukun iman, tidak percaya pada takdir maka kafir. Karena takdir rukun iman yang 6.
Dan Allah telah menakdirkan segala sesuatu 50 ribu tahun aebelum penciptaan langit dan bumi, takdir kita sudah ada.
Jika takdir Allah, si fulan lahir ditahun 2000 dan rezekinya 60 milyar. Maka rezekinya selama hidupnya 60 Milyar berusaha keras atau tidak rezekinya 60 milyar. Dan apabila habis rezekinya 60 milyar maka ia akan mati.
Maka dari itu kita harus meyakini adanya takdir, karena ini adalah rukun iman yang wajib kita yakini.

Dan usaha bagaimanapun tidak dapat merubah takdir yang telah ditentukan oleh Allah.

Tuesday, October 10, 2017

Intisari Pembacaan Al Hikam oleh KH. Muhammad Bakhiet A.M 10 Oktober 2017

Bermula menghendaki engkau akan meninggalkan usaha padahal Allah telah menetapkan kau untuk berusaha maka itu keinginan sahwat tercela. Sedangkan Keinginan berusaha padahal Allah tidak menyuruh berusaha itu penurunah pangkat/ himmah.

Manusia dibagi atas 3 golongan:
1. Kelompok awamul muslimin, yaitu orang muslim yg tidak ada hasrat makrifat, tidak ada keinginan dekat dgn Allah, tiada ingin memiliki pangkat yang tinggi di sisi Allah. Inginnya hanya hidup senang, dan mati ke surga.
2. Orang yang makrifat, ialah orang yang sudah masuk surga sebelum mati, mereka tidak rindu surga akherat, itulah org arifin.
Dalam dunia ada surga, siapa masuk dalam surga dunia ia tak ingin masuk lagi surga di akherat yaitu makrifat kepada Allah.
3. Kelompok salikin/ Muridin orang yg ada niat atau keinginan, hasrat untuk makrifat, keinginan untuk mendapat title hamba yg diridhai. Punya niat dan masih dalam perjalanan menuju apa yang ia niatkannya.
Orang ini, Menuntut ilmu, kemudian mengamalkan sedikit demi sedikit, itulah para salikin.

Untk mencapai pangkat yang tinggi disisi Allah kita harus berjalan, dituju dan dinaiki karena kedudukannya sangat tinggi. Naik tangga demi tangga, inilah salik yang keluar dari golongan Orang awam.

Kelebihan salikin ialah apabila seseirang salik benar-benar ingin makrifat, dan ia  berusaha untuk itu, kemudian ia mati di tengah jalan dalam perjalanan makrifat kepada Allah, maka ia digolongkan sebagai orang yang makrifat kepada Allah.

Hendaknya kita ada keinginan mempunyai kemulian disisi Allah.
Orang yang salik telah memilih mana pekerjaan yang patut dibawa dalam perjalanannya. Mana yang perlu dan mana yang tidak perlu, maka itu sebagian ditinggkan diganti dengan amal dan perbuatan yang perlu.
Ada amal-amal yang tetap dkerjakan, ada yg ditinggal... Amal perbuatan dipilih.
Seperti mendahulukan tobat ketimbang beramal, meninggalkan ghibah, mencuri, fitnah dan sebagainya terlebih dulu.

Awal perjalanan salikin yaitu "Taubat"
Apabila ada Hutang pada Allah dalam perkara yang wlib maka harus dibayar terlebih dulu, kezaliman pada makhluk harus diselesaikan, minta kehalalan dan minta keridhaannya.
Misal hutang pada Allah sholat fardhu, puasa wahib, maka bayar secara bertahap, pernah memfitnah menganiyaya mintalah maaf dan minta keredhaan yang bersangkutan.
Apabila sudah taubat dan mebersihkan dirinya berarti telah jalan. Taubat dari dusta, ghibah, dan sebagainya. Ini lebih utama ketimbang banyak sholat sunnat, membaca qur'an dan sebagainya.
Sehingga kita beramal namun sia-sia, perjalanan kita hanya jalan ditempat, Banyak sholawat, sholat sunnat namun hati sombong, iri, dengki, memfitnah dan menghibah..
Ini tentu lebih utama membereskan perkara yang justru merusak amal dan membuat amal sia-sia.

Setelah taubat baru diisi dengan amaliyah berupa menuntut ilmu, dzikir, sholawat,baca quran dan tafakur, dan sebagainya.

Orang salik itu tergantung dimana Allah menmpatkan dirinya.
Apabila Allah menempatkan pada makam berusaha (Ashbab) maka mesti berusaha. Apabila dimakam tidak berusaha(Tajrid) maka janganlah berusaha.

Tandanya seseorang salik berada pada maqam berusaha (Ashbab):
*Usaha yang selama ini ada dipegang, dijalankan cukup untuk rumah tangga dan membantu fakir miskin.
*Usaha itu tidak melalaikannya pada berzikir kepada Allah.
*Usah tidak menarik membawanya pada yang haram dan maksiat.
*Usaha ini menimbulkan niat yang bagus dari usaha itu. Seperti menjaga supaya jangan meminta-minta, bisa menuntut ilmu dan beribadah, untuk jadi orang yang jujur dalam usah, dan lain lain.

Bila seorang salik berada pada maqam ini, hendaklah jangan meninggalkan usaha.
Apabila meninggalkan usaha, berarti itu keinginan sahwat, bukan dari Suruhan Allah.
Apabila berada pada Maqam Asbab ini tandanya apabila wirid jalan dan usaha tetap jalan, tidak mengurangi wiridan.

Orang salik ada yang di maqam tajrid meninggalkan usaha. Orang yang berada di maqam ini Allah yang membuatkan usaha. Ia tidak berusaha namun dibukakan Allah hati orang lain, sehingga orang-orang datang memberikan harta padanya, dalam hal ini termasuk perempuan yang hidupnya dicukupi oleh suaminya.

Kalau orang yang dimaqam ini ingin membuka usaha maka ini penurunan tingkat.
Misal wanita yg dicukupi suami segalanya cukup untuk kehidupannya, namun ingin membuka toko maka ini penurunan tingkat atau himmah.

Maqam tajrid lebih tinggi dari maqam usaha (ashbab).
Seperti Nabi Musa yang berada di maqam asbab, dan Nabi Khidr yang ada di maqam tajrid.
Dalam perjalanan mereka kelaparan, hingga sampailah di suatu kampung, namun orang di kampung tersebut tidak menjamu mereka. Disana ada bangunan yang ingin roboh, dengan tangannya dari jauh Nabi Khidir memperbaiki bangunan itu.
Nabi musa menegur Khidir, kenapa mau menolong sedangkan orang dikampung itu tiada yang mau menolong mereka dan Nabi Khidr diam saja..
Kemudian setelah itu, ada seseorang yg membawa 2 bungkus makanan. Untuk Nabi Khidr 1 bungkus, untuk Nabi Musa 1 bungkus. Ketika dibuka, punya Nabi Khidr serba matang dan siap santap, sedangkan punya Nabi Musa serba mentah dan perlu dimasak.

Orang yang sudah dicukupi rezekinya oleh Allah, rezeki lapang seperti hal diatas tadi, maka jangan lah berusaha.
Tanda seseorang salik berada pada maqam tajrid(meninggalkan usaha).
*Allah mudahkan baginya kecukupan.
*Hatinya kuat, ada atau tiada sama saja, tidak mengadu pada manusia, cukup Allah.
*Tiada tamak dari manusia dan tiada befikir meminta pada manusia.
*Waktunya bersih, penuh dengan ibadah pada Allah. Capek istirahat kemudian sambung ibadah.
*Merasa kaya dengan Allah.
*Menempatkan hajatnya kepada Allah, apa-apa bila ada masalah atau keperluan ia berdo'a melapor pada Allah.

Jika sudah demikian maka jangan buka usaha, tinggalkanlah usaha.

Apakah Alah meletakkan kita pada makam usaha, maka liatlah usaha kita.
Pabila Allah ingin kita pindah dari maqam berusaha, maka kita berusaha namun mau tidak mau harus maksiat, ibadah wirid tertinggalkan, makaa itu tanda Allah ingin kita pindah ke maqam tajrid(mrninggalkan usaha).
Selama usaha bagus maka teruskan berusaha, jika kurang bagus cari yang bagus, jika tiada lagi maka itu isyarat Allah menyururuh untuk meninggalkan usaha. Niscaya Allah akan menunjang memfasilitasi keperluannya.
Orang yabg berusaha atau tidak berusaha, mereka sama mempunyai peluang untuk bisa makrifat, tinggal di maqam mana Allah meletakkan dirinya.

Wednesday, October 4, 2017

Al Hikam ke-1 Oleh KH. Muhammad Bakhiet AM (3 Okt 2017)

Dalam masalah ilmu agama kita harus hati hati apalagi masalah ilmu tauhid. Apalagi kalau cuman mendengar lewat internet. Dipilih pilih yg mana yg bujur. Cara untuk berhati hati sudah dipadahakan ulama yaitu lihati kitab apa yang dibaca sidin pengarangnya siapa dan guru yg mengajari nya siapa. Biasanya ajaran yg kada bujur itu kadada keterangan kitabnya siapa gurunya siapa. Kada jelas.

Seperti kitab Alhikam/kumpulan mutiara hikmah. Kitab yg kita baca ini Pengarangnya Imam Ahmad Ibnu Athaillah Assakandari lahir tahun 658H di Iskandaria/mesir. Wafat 13jumadil Akhir 709 di Mesir. Berumur 51 tahun. Beliau berguru dgn Abu Abbas Almursyi, Abu Abbas berguru dgn Abu Hasan Assyadzili, kemudian Abu Hasan berguru dg Abdussalam kemudian berguru berguru dan berguru lagi sampai pada Syekh Abdul Qadir Jailani kemudian Syekh Abdul Qadir berguru dgn gurunya gurunya dan gurunya sampai pada Imam Hasan Basri, imam Hasan berguru pada Ali Bin Abi Thalib dan Ali berguru dgn Rosulullah Saw..

Hikam disyarah/ditafsirkan oleh 54 ulama.
Syarah Hikam yg ke-1

(( ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺍﻻﻋﺘﻤﺎﺩ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻧﻘﺼﺎﻥ ﺍﻟﺮﺟﺎﺀ ﻋﻨﺪ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﺰﻟﻞ ))

"TANDA BERPEGANGNYA SESEORANG ATAS AMAL BERKURANGNYA HARAPAN KEPADA ALLAH KETIKA MELAKUKAN MAKSIAT"

Maksudnya adalah manusia itu ada 3 yaitu:

1. Berpegang atas amal.
Dia berpegang dengan amalnya, seperti solatnya puasanya zakatnya hajinya infak sedekahnya dll. Orang ini berharap masuk surga dan lepas dr neraka dgn amal amal nya solatnya puasanya dll. Supaya masuk surga lalu ia beramal kebaikan yg banyak. Supaya kd masuk neraka lalu ia beramal kebaikan yg banyak. Bila ia maksiat hatinya berkurang harap masuk surga. Bila taat betambah harap masuk surga. Ia mengandalkan amal semata mata. Ini didalam tasawuf dicela. Kada bagus. Kenapa ? Karena dia menganggap bahwa dirinya yg beramal. Dia menganggap bahwa dirinya yg kawa dan kuasa sedekah puasa solat dll. Kalau kita merasa kita mampu berarti kita bertentangan dgn kalimat laahaula walaa quwwata illa billahil aliyil adzim yg arti nya tiada daya upaya melainkan dr Allah. Padahal setiap hari kita mengucapkan kalimat ini namun nyata nya kita sendiri yg melanggarnya karena kita merasa mampu utk ibadah tanpa memandang ibadah kita itu dr Allah jua. Orang orang yg berpegang dgn amal ini kada akan lepas dr penyakit hati. Dia sering sholat puasa, banyak zikir kemudian ketika ia dapat musibah ia bingung kenapa bala datang kepadanya padahal ia banyak solat sering baca quran zikir dll. Itu pang orang yg kd be amal kenapa hidup nya nyaman aja kd kena bala. Atau ia meremehkan orang yg sedikit beramal. Ikam berapa juz baca quran hari ini. Aku sejuz jar kawan nya. Aku 10 juz jar nya. Inya meremehkan kawan nya yg beramal yg lbh sedikit dari pd dia karna dia merasa ia beramal tu karena kekuatan dirinya sendiri.

2. Manusia yg berpegang atas rahmat Allah. Orang ini beramal puasa zakat sedekah dll. Tapi dia ingin masuk surganya berharap hanya pada rahmat Allah aja. Bukan pada amal nya. Menurut orang tasawuf orang ini pun kada baik jua karena masih menuntut bagian diri (ingin masuk surga). Sudah di tolong kawa ibadah, handak minta surga ha pulang. Ibadah nya kd murni lagi. Misal ada si A yg membari gelapung gula pisang lawan si B.. lalu si A nyruh si B meolah wadai. Kemudian ketika wadai nya masak itu gasan si B jua yg memakan. Jd bahan2nya sudah dibari. Yg memakan si B jua. Patut lah masih si B ini minta upah pulang lawan si A. Upah meulahkan wadai nya padahal wadai tadi gasan si B jua yg memakan bahkan si A yg membari bahannya. Masa minta upah lagi. Ini lah perumpamaannya kita kawa ibadah itu Allah yg memberi kekuatannya. Allah yg menggerakkan nya. Dan ibadah kita itu untuk kita sendiri juga. Masa kita masih meminta upah dgn Allah. Masih mengharap harap surga Allah. Padahal beramal pun kita tak mampu kecuali di tolong oleh Allah.

3. Orang yg berpegang atas Allah. Dia tidak berharap kecuali Allah dia tidak bergantung dan berharap kecuali Allah. Ia tidak menoleh kecuali pd Allah. Kd peduli ia dengan surga dan neraka. Pokok nya ia beramal karena Allah semata. Inilah kedudukan orang yang makrifat kepada Allah. Makam ini/kedudukan ini yg harus kita capai sebelum mati. Yg apabila solat puasa zakat dll semata krna Allah. Masuk neraka kah surga kah terserah Allah. Inya kd peduli. Yg penting Allah ridha padanya. Karena ia merasakan daya upaya Allah dlm setiap amal nya.

Selanjutnya hikmah ke-2 InsyaAllah