Bermula himmah yang tinggi tidak akan bisa merobek takdir-takdir Allah.
Himmah atau azimah atau keinginan atau cita-cita. Himmah itu terbagi kepada beberpa tingkatan.
Ada, Himmah yang pendek, yaitu keinginan namun tidak menimbulkan/ menghasilkan usah, tidak pula do'a apalagi tawajjuh (tenaga dalam, yang bagi wali disebut qaramat, bagi orang fasik disebut istidraj).
Orang yang bercita- cita lemah, pendek, ia tidak akan berusaha, tidak akan berdoa, tiada ikhtiar, apalagi tawajjuh.
Kemudian ada, Keinginan yang tengah (tingkat menengah), keinginan ini bisa menimbulkan usaha, bisa menghasilkan do'a tapi tidak menimbulkan tenaga dalam. (Usaha dan do'a tidak begitu kuat namun tidak pula lemah).
Dan adapula himmah atau keinginan yang kencang, tnggi, ini akan menimbulkan usah yang keras, diiringi do'a yang banyak dan bisa menimbulkan tawajjuh (tenaga dalam). Misal batu ditawajjuhkan oleh seorang hamba Allah jadi emas, maka jadilah itu batu menjadi emas, bagi wali dinamai qaramat, bagi Rasul Mukzizat, bagi orang fasik istidraj (lanjuran).
Keinginan tinggi membuat adanya usah keras, do'a yang sungguh- sungguh serta tawaajjuh.
Namun, Bagaimanupun kerasnya usaha, sungguh- sungguhnya do'a, kuatnya tenaga dalam, itu tidak akan menjadikaan apa- apa, tidak menghasilkan apa- apa, jika berlawanan dengan takdir Allah Swt.
Kalau takdir tidak kaya bagaimanapun usaha, kita tidak akan kaya.
Bagaimanapun berobat, kalau Allah menakdirkan kita tidak sembuh, maka kita tidak akan sembuh.
Kuatnya usaha doa tidak akan menerobos takdir Allah Swt.
Karena Segala yang terjadi sesuai dengan takdir Allah.
Rasulullah bersabda yang maknanya Allah telah menentukan takdir segala sesuatu lima puluh ribu tahun sebelum menjadikan langit dan bumi.
Tidaklah beriman seseorang hamba sehingga ia beriman dengan takdir. Baik atau buruk, sehingga ia meyakini sesuatu yang ditakdirkan Allah tidak akan luput, dan sesuatu yang luput tidak akan kena.
Allah menentukan takdir rezeki si fulan sekian, bagaimanapun usahanya, bagaimanapun gigihnya, itu tak akan menambah rezeki si fulan. Walaupun ia berusaha dengan sangat gigih, tak akan menambah rezeki yang telah Allah takdirkan.
Alkisah ada 2 orang buta, 1 yang berada pada maqam tajrid (tidak berusaha), dan yg ada pada maqam asbab (berusaha). Suatu hari keduanya berdo'a pada Allah "berilah hamba rezeki hari ini" setiap hari mereka berdo'a. Kemudian keduanya pergi mangkal ke depan rumah Umi Ja'far yang kaya. Pengemis yang berada pada maqam tajrid diam dan ia tidak meminta- minta. Sedangkan pengemia yang berada pada maqam asbab mengetuk pintu rumah Umi Ja'far dan meminta.
Setiap hari Umi Ja'far memberi kedua pengemis buta itu, pengemis yang berada pada maqam asbab yang selu mengetuk pintu rumahnya dan meminta- minta diberi 1 bungkus nasi. Sedangkan pengemis yang berada pada maqam tajrid yang tidak minta- minta diberi uang 2 dirham.
Namun setiap harinya, pengemis yang mendapatkan sebungkus nasi selalu menjual nasinya seharga 2 dirham kepada pengemis yang diberi uang 2 dirham.
Kemudiam pengemis yang berada pada maqam asbab yang selalu mengetuk pintu dan meminta- minta perlu duit, maka ia berkata pada Umi Ja'far bahwa ia perlu uang dan ingin uang. Kemudian Umi Ja'far menjawab bahwa setiap hari kamu saya beri satu bungkus nasi, di dalam bungkusan itu diselipkan uang 10 dirham.
Bertapa terkejutnya ia, karena baru mengetahui bahwa nasi yang setiap hari diterimanya dan dijual seharga 2 dirham kepada pengemis buta yang berada pada maqam tajtid, ternyata didalamnya ada 10 dirham uang.
Itulah tanda bahwa maqam tajrid itu lebih tinggi dari pada maqam asbab.
Dan pada hadits Rasulullah lagi maksudnya:
Jikalau bahwa seorang dari kalian mempunyai seperti gunung uhud emas, kalian sumbangkan, maka Allah tidak akan menerimanya, sebelum engkau meyakini adanya takdir.
Jika usaha tak bisa merubah takdir. Lalu apa gunanya Allah menyuruh berusaha?
Para ulama mengatakan usaha kita itu fungsinya untuk menimbulkan pahala atau dosa. Apabila usahanya bagus dan niat bagus, walaupun beda dengan harapan kita karena berlawanan takdir, maka dapat pahala. Begitu pula sebaliknya..
Usaha sebagai timbangan untuk catatan pahal atau dosa semata. Kalau urusan merubah takdir, usaha tidaklah bisa.
Orang berusaha, kerjanya bagus tidak melalaikan hukum Allah, maka ini fiisabilillah.
Orang yang usahanya bagus, tapi niatnya salah misal bermegah dan beragak pada orang lain, maka usaha itu membuahkan dosa.
Niat bagus tidak merubah pekerjaan jahat. Menolong tapi dgn mencuri.
Lalu Beriman dengan takdir apa gunanya?
Adapun gunanya beriman dengan takdir:
1. Hati akan merasa tenang, usaha tenang, beribadah tenang, istirahat tenang.
2. Tawakkal / berserah pada Allah yang kuat, maka ia tidak khawatir, tidak perlu gelisah
3. Tidak akan mau mencaci manusia
4. Menutup pintu syaithan, pintu syaitan adalah berandai perkataan jikalau, seadainya ia kesini maka pasti tidak terjadi demikian.
5. Elok dalamencari rezeki, Usaha yang halal, tidak melalalikan pada ibadah dan dzikir.
Hadits Rasulullah Saw maksudnya
Wahai manusia takwalah pada Allah, dan elok- eloklah dalam mencari rezeki. Karena seseorang tak akan mati sebelum habis rezekinya.
Allah mengatur bagaimanapun caranya menyampaikan rezeki kepada hamba- hambaNya.
Orang beriman pada takdir tak habis waktunya hanya untuk mencari rezeki, tak akan mengambil yang haram.
Dan Beriman pada takdir bukan meninggalkan usaha.
Rasulullah bersabda berobatlah kalian wahai hamba Allah.
Itu salah satu bentuk usaha dan Rasulullahpun menyuruh berusaha andai kita sakit maka berobat.
Namun usaha itu hanya untuk menimbulkan pahala. Karena itu disuruh. Namu yang menyembuhkan hanyalah Allah bukan usaha berobat. Namun Allah menyuruh berikhtiar dengan melakukan pengobatan.
Takdir adalah rukun iman, tidak percaya pada takdir maka kafir. Karena takdir rukun iman yang 6.
Dan Allah telah menakdirkan segala sesuatu 50 ribu tahun aebelum penciptaan langit dan bumi, takdir kita sudah ada.
Jika takdir Allah, si fulan lahir ditahun 2000 dan rezekinya 60 milyar. Maka rezekinya selama hidupnya 60 Milyar berusaha keras atau tidak rezekinya 60 milyar. Dan apabila habis rezekinya 60 milyar maka ia akan mati.
Maka dari itu kita harus meyakini adanya takdir, karena ini adalah rukun iman yang wajib kita yakini.
Dan usaha bagaimanapun tidak dapat merubah takdir yang telah ditentukan oleh Allah.
No comments:
Post a Comment