Thursday, December 29, 2016

Renungan Pagi Tentang Kehidupan

Seiring bergulirnya waktu, silih bergantinya generasi, perkembangan ilmu dan peradaban manusia akan cenderung merasakan kebosanan dalam dirinya.
Berbagai hal ia lakukan untuk mengantisipasi perasaan semacam itu dengan cara yang beragam, namun pada kenyataannya itu tidaklah efektif karena terus berkembangnya peradaban dunia yang semakin hati terus melakukan pemutakhiran.

Liburan, wisata merupakan secercah cara untuk memberikan warna kehidupan, memberikan sedikit pengalaman batin yang memperkecil kebosanan terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari.

Namun hal ini sifatnya hanya mampu mengurangi dahaga dalam pencarian kebahagiaan di dunia. Laksana seteguk air dalam dahaga yang begitu kering.
Kita bisa bayangkan, bagaimana seseorang yang berada di gurun kehabisan bekal dan sedang haus, kemudian menemukan seteguk air. Ia senang namun tiada kebahagian dalam dirinya, ia akan sentiasa risau sebelum mendapat sumur air yang melimpah.
Itulah analogi kehidupan kita yang senantiasa mencari letenangan dan kebahagiaan yang hakiki yang nyatanya bukanlah ada pada perkara umum di dunia ini.

Kebahagian manusia yang hakiki sifatnya khusus hanya untuk orang tertentu saja. Bukan milik orang kaya yang penuh dengan gemerlap kemewahan hidup. Bukan pula milik sang penguasa yang selalu dimanjakan dengan perimtahnya kepada bawahannya. Bukan pula milik orang yang terkenal yang selalu disanjung oleh orang banyak. Tapi kebahagiaan yang sebenarnya justru ada pada "agama" rahmatan lil 'alamiin dan milik muslum yang taat dan beramal shalih dengan berpedoman pada nilai Agama.

Kebahagiaan dan ketenangan biasa kita peroleh dengan sholat dan dzikrullah serta berbagai aktivitas spiritual lainnya.
Bahkan kita bisa lihat ketenangan orang-orang yang dalam keadaan syakaratul maut dengan dzikrullah saat nafas terakhirnya dari raut wajahnya bisa kita lihat ada semacam pesan yang tersirat bahwa ia pergi dengan kebahagiaan, wajahnya tersenyum dan tidakenakutkan untuk dipandang, bahkan semacam ekpresi orang yang sedang tidur.

Allah telah menciptakan kita dengan sebaik-baik bentuk, tentulah berbagai perintah dan laranganNya sangat efektif bagi kita untuk menjalani kehidupan dan untuk kebaikan kita di dunia dan akhirat.
Karena kenyataannya hidup di dunia bukanlah tujuan hidup sebenarnya, disini hanyalah tempat untuk berladang, tempat untuk bekerja banting tulang untuk hasil di akhirat, tempat yang melelahkan dan berlomba memperbanyak amal ibadah.

Penciptaan manusia tidak serta merta hanya untuk mengisi kehidupan di dunia, berlomba untuk mempertinggi bangunan rumah dan gedung-gedung. Yang tanpa pertanggung jawaban kelak. Semua nikmat yang diterima pasti akan dipertanggung jawabkan penggunaannya, secara materi kita tidak bisa membayar segala nikmat yang telah Allah berikan, atau malahan nikmat yang sedang kita terimapun tidak bisa kita bayar semua itu. Justru Allah selalu memberikan nikmat yang terus menerus kepada kita.

Layaknya sebuah piring yang dipinjamkan oleh empunya, yang suatu saat pasti akan di ambil lagi. Jika kita termasuk orang yang beradab, ketika dipinjami itu kita akan berhati-hati dan menjaga dengan sangat apik. Namun sebaliknya orang yang kurang adab, ia kurang menghargai pinjaman dari orang lain.

Ketika selesai makan kita perlu mencuci piring itu, agar bersih sehingga ketika empunya mengambilnya secara mendadak, ya paling tidak tidak ada masalah.
Namun jika kita membiarkannya kotor, ketika empunya hendak mengambil. Itu akan membuat kita terkejut, takut, gelisah karena sadar kalau  empunya tahu ia akan marah. Apa lagi kalau kita sembarangan dan tidak menjaga dengan apik, hingga piring itu pecah. Maka kemungkinan besar kita akan dituntut empunya.

Piring yang bersih ketika diambil oleh empunya, maka langsung saja diletakan di tempat piring yang semestinya.
Sedangkan piring yang kotor, layaknya perlu dicuci dulu hingga bersih.
Jika piring itu pecah, maka piring itu pasti akn ibuang ditempat sampah, karena tidak patut disimpan di rak piring.

Begitupula analogi manusia.
Jika dalam hidupnya ia selalu berusaha taat dan seoptimal mungkin menghindari dosa. Hingga dengan syafaat nabi dan pertolongan di hari pengadilan kelak, mampu membersihkan dirinya dari kesalahan di dunia dulu. Sehingga menanglah timbangan amalnya. Maka ia akan dimasukkan ketempat yang layak yang bernama surga.

Pabila dalam hidup ia senantiasa meninggalkan kewajiban, melaksanakan kemungkaran dan berbagai dosa, dan saat dilakukan penimbangan amal beratlah dosanya. Maka ia perlu dicuci agar dibayar segala kesalahannya dengan siksa neraka. Apabila telah cukup balasan untuknya, ia sudah bersih maka ia akan diletakkan di tempat bersih bersama kumpulannya di surga.

Namun malangnya jika ia tergolong, golongan yang pecah dengan membawa iman yang pecah di luar agama Tauhid yang benar. Maka secara mutlak ia akan dibuang selamanya dan tidak akan di ambil lagi. Ia akan kekal dalam tumpukan dan menjadi sampah yang dibakar dalam Neraka dengan tiada henti.
Nauzubillah��

No comments:

Post a Comment