Apabila memperbuat dosa dan maksiat, maka akan timbul semacam titik hitam dalam hati, makin besar dosa diperbuat, maka makin besar pula titik hitam itu.
Seperti orang menyalakan api dalam rumahnya selama 70 tahun, maka atap dan rumahnya menjadi hitam rumah itu.
Seperti lampu samprong yang membuat hitam kacanya.
Akibat hati hitam itu lalu ia tak bisa melihat lagi, mana yang benar dan yang salah. Dosa yang dibuat terus menerus maka ia tidak bisa membedakan yang halal dan haram karena sudah gelap, dan hati itu tidak dapat lagi dimintai pendapat dalam menentukan perkara yang baik dan buruk.
Orang yang sebelumnya bersih dari dosa, seperti belum pernah mencuri. Silahkan tanya hatinya, apakah mencuri itu baik atau tidak. Pasti ia mengatakan tidak baik. Meski ada kesempatan mencuri.
Maka tidaklah bersih hati yang hitam itu kecuali dengan taubat. Dan jadilah gelap, hijab bagi mengerja kebaikan oleh sebab maksiat yang menghitamkan hati itu.
Jika kau mengikut nabi, niscaya segera engkau bertaubat dari segala maksiat yang dikerjakan.
Manusia tidak luput dari dosa, dan sebaik2 orang berdosa adalah yang bertaubat.
Tidak dapat mulia dihadapan Allah, kecuali dengan jalan mengikut Nabi Saw.
Mengikut Nabi itu ada 2 macam:
*Mengikut Nabi pada perkara yang nampak.
Seperti shalat, puasa, zakat, haji, perqng sabilillah dan lain lain.
*Mengikut Nabi pada perkara yang batin.
Seperti khusuk dalam shalat, mentadabburi ayat yang dibaca, ingat kepada Allah ketika shalat.
Ketika baca Qur an tapi hati tidak mentadabburi maka ini indikasi hati ada sakit, seperti sombong.
Ayat Allah tidak hanya Al Qur an, namun alam semesta adalah ayat2 Allah, jika kita tidak biaa musahadah maka indikasi ada kesombongan dan keangkuhan dalam diri.
Orang yang membaca Qur an atau shalat tanpa mentadabburi dan hati hadir, itu seperti orang yang saki. Dalam mulutnya gula tapi pahit rasanya.
Sholat padahal puncak kelejatan dalam munajat kepada Allah Swt namun ia tidak merasa nikmat. Ini sebab penyakit dalam hatinya tadi dan hitamnya hatinya.
Seseorang yang berbuat dosa dan maksiat, ia menghinakan dirinya terhadap Allah, ini lebih mulia kedudukannya disisi Allah, dari pada orang yang beribadah namun ia merasa mulia dirinya, dan sombong.
Seseorang yang tidak mengikut seseorang berarti bukan dari bagian darinya. Seperti Nabi Nuh dan Anak beliau karena tidak mengikuti beliau. Walaupun anak tetapi tidak mengikut, hingga tidak termasuk bagian dari beliau.
Orang yang mengikut adalah bagian dari orang yang diikut, sekalipun tidak berkeluarga. Bahkan ia bisa disebut keluarganya.
Seperti Salman Al Farisi, kata Nabi Salman al Farisi itu adalah dari pada kami ahlul bait. Sedangkan Salman orang Persia. Itu karena Salman mengikut Nabi.
Orang yang tidak mengikut Nabi, maka tidak berhubungan dengan Nabi. Sesungguhnya Allah menghimpunkan kebaikannya satu rumah, dan dijadikan kuncinya itu dengan mengikut Nabi Muhammad Saw.
Mengikut Nabi itu bukan hanya berjenggot, pakai surban, akan tetapi mengikut pada perkara zahir dan lebih utama mengikuti yang batin, seperti sifat nabi ikhlas, kasih sayang, tawakkalnya Nabi kepada Allah.
Orang yang mengikut nabi seperti jenggot panjang, pakai bulang yang besar, namun kelakuan bertentangan dengan Nabi. Ini justru akan memalukan Nabi Muhammad Saw. Jadi mengikut pada perkara batin itu lebih utama dari pada mengikut yang zahir....
No comments:
Post a Comment