Monday, February 20, 2017

Kerapuhan di balik raga yang kokoh

Entah apa yang ku inginkan semalam, pasalnya ketika berangkat dari rumah menuju majelis dzikir wa ta'lim Nurul Muhibbin Balangan, di jalan aku suka sekali meliat di sekitar tempat yang aku lalui. Maklum sudah hampir 2 minggu meninggalkan kampung halaman menuju Banjarmasin(takut ada yang berubah atau peristiwa apa yang terjadi dalam 2 pekan).

Ringkas cerita, dengan mengendarai motorcycle yang sudah lama bersamaku dari aliyah dulu, terasa sekali mesin dan onderdilnya sudah dibawah standar, jalannyapun tidak terasa enak, tapi cukuplah untuk sampai kemajelis dan balik kerumah lagi.
Di jalan aku sefokus mungkin mrngendarainya, bukan mengkhawatirkan keselamatanku, tapi justru lebih mengkhawatirkan keselamatan ibu yang membonceng di belakang tanpa helm pula, padahal setiap mau pergi selalu ku suruh untuk memakai helm, tapi beliau selalu tidak mau mengenakannya.
Dan jikapun terjadi sesuatu aku berharap biar aku yang sakit asal ibu tidak apa-apa, bahkan jikalau aku yang harus mati tidak apa-apa, toh beliau lebih diperlukan dan lebih baik dari aku.
Itulah alasan kenapa aku harus terus fokus di jalan.

Hampir sepanjang jalan terjadi konflik antara jasad dan batinku, seolah batin yerus meronta ingin menjadi insan yang lebih baik dengan panjatan dan doa dalam hati. Lalu mulailah batin berbisik dan melantunkan syair-syair memuji junjungan yang mulia, kadang kala bibirpun ikut bergetar melantunkannya. Namun karena harus fokus sehingga sampai di majelis tidak dapat keheningan yang begitu membekas sampai menoreh di dalam hati.

Sampai di majelis, aku memarkir kendaraan dan bertemu sepupu dan tak lama bercakap, sampailah di gerbang muka majelis dan langsung bertemubdengan kawan yang berasal dari Barabai, dan beliau membawa teman dari Sumatra. Langsung saja kami mencari shaf dan menghamparkan sajadah untuk sholat dan duduk hingga usai sholat isya.

Ringkas kata, selesai sholat magrib, sholat hajat, maulidul Ahzab dan sholat isya yang di imami langsung KH. Muhammar Bakhiet.
Waktu istirahatpun tiba, kami bergegas masuk ke dalam mesjid Nurul Muhibbin, membaca ratib dan  ceramah.

Dalam ceramahnya KH. Muhammad Bakhiet membacakan kitab Al Hikam Ibnu Athoillah al Isqandary dengan mutiara hikmah yang maksudnya Tidaklah suatu dzikir itu memberikan

No comments:

Post a Comment